Khotbah Minggu 28 Nop 10

Bahan Khotbah  Minggu, 28 Nopember 2010 (Advent I)
Introitus          :    Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri. Yeremia 33 : 15
Bacaan            :   2 Petrus 1 : 1 – 8
Khotbah          :    Jesaya 32 : 1 – 8
Thema             :    Orang yang berbudi luhur teguh pada kebenaran.        ( Kalak bujur paguh ibas si benar)
Pendahuluan
Dewasa ini kita sering kali diperhadapkan dengan suatu semboyan baru yakni “orang jujur sulit dicari”. Dengan situasi dan kondisi bangsa dan Negara kita yang sedang “sakit”, sangatlah gampang untuk menemukan berita-berita di mass media  (cetak maupun elektronik) tentang rendahnya nilai-nilai moral dan kejujuran serta keluhuran. Berita tentang kriminalitas yang tinggi, korupsi yang merajalela, adalah “makanan rutin” yang tidak pernah tidak terhidang di hadapan kehidupan kita.
Lalu apakah sudah sedemikian sulitnya menemukan orang-orang yang memiliki prinsip kebenaran dan budi pekerti yang luhur di negeri ini. Apakah hal ini juga berkembang dalam kehidupan bergereja dan beriman kita? Rasanya terlalu dini untuk kita katakan bahwa kita sudah kehilangan senua ini. Dan inilah yang mau kita perjelas kali ini. Inilah yang hendak kita pertegas bahwa masih banyak anak-anak Tuhan yang berjalan dalam kebenaran dan memiliki budi luhur.
Pendalaman Nats
Introitus mengambarkan suatu keadaan dimana akan ada masa yang sangat sulit bagi orang-orang keturunan Daud. Secara ringkas kita katakana bahwa itu adalah umat pilihan Tuhan. Suatu masa dimana orang-orang ini hidup dalam ketidaknyamanan dikarenakan adanya “penguasa-penguasa” atau orang-orang yang bertindak semena-mena terhadap mereka. Namun pernyataan ini mengungkapkan suatu penyataan yang hendak dilakukan oleh Allah. Penyataan yang bertujuan untuk melepaskan orang-orangNya atau umatNya dari situasi yang tidak nyaman itu. Dan sekaligus juga mengandung pengertian bahwa kehadiran “Tunas Keadilan” untuk menunjukkan kebenaranNya, dan bukan sesuatu yang bisa dianggap benar walaupun kenyataannya itu tidak benar.
Selanjutnya, pada bagian bacaan 2 Petrus 1 : 1 – 8 ada beberapa penekanan yang dapat kita lihat yakni :
1.      Salam yang disampaikan pada awal surat ini merupakan suatu gambaran pengakuan yang menyatakan bahwa iman yang dimiliki oleh penulis didapatkan karena adanya rasa keadilan dari Sang Khalik. Artinya kesadaran akan kekurangan manusia begitu kental dalam pengakuan ini sehingga “pembenaran kehidupan” atau “ upaya menjadi benar” ada karena adanya kesempatan baginya untuk mengenal akan belas kasih dari Sang khalik itu. Oleh sebab itu penulis menekankan juga hal yang sama kepada para pembacanya sehingga apa yang ia telah terima, itu juga ada pada para penerima surat ini. (ay. 1&2)
2.      Keyakinannya juga mendorong keberanian untuk meyatakan bahwa kehidupan duniawi hanya menjerumuskan manusia sehingga ia kehilangan kodrat ilahinya dan memperoleh kebinasaan. Pernyataannya menegaskan bahwa manusia bisa terlepas dari kebinasaan tersebut karena ada “anugrah” yang sudah dibuka dan bahkan sudah diberikan (ay. 3&4).
3.      Hal yang terpenting pada bagian ini adalah pembebasan yang dilatarbelakangi oleh “anugrah” itu mewujudnyata dalam perilaku keberimanan si penerima/ Artinya, kepada seluruh pembaca surat ini telah dinyatakan tentang anugrah itu namun bila hanya “diterima” tanpa “diolah” maka itu ibarat bahan baku yang idak akan pernah berubah menjadi bahan jadi. Dan bila hanya seperti ini maka tidak akan pernah dapat dipergunakan oleh siapapun. Dan itu akan menjadi sesuatu yang sia-sia. Intinya. Iman yang tanpa ada pengembangan maka akan berbuah kesia-siaan (bd. Yakobus 1 : 25; 2:17,20).
Satu kalimat yang dapat menggambarkan rangkaian bahan khotbah (Yesaya 32 : 1-8) adalah, “Apa yang benar akan terbukti benar, dan dan apa yang dikatakan “benar” karena dibenar-benarkan pada waktunya akan jelas dinyatakan salah”. Segala sesuatu akan berubah bila saatnya “Sang Kebenaran” itu tiba. Segala pengharapan yang menjadi dambaan bagi orang-orang yang hidup dalam ketidakadilan akan terwujud. KehadiranNya menciptakan suatu “zona aman” bagi yang mengharapkanNya. Ada tempat belindung, berteduh; ada kekuatan yang mengubahkan “si gagap” menjadi lancar berbicara. Suatu gambaran yang sangat menyenangkan bagi “para pencinta kebebasan” (ay 1-4).
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang selama ini merasa sangat nyaman dengan “ketidakbenarannya”? Apakah dengan “kedatanganNya” itu akan tetap aman. Nyatanya tidak, kehormatan dan kemuliaan yang selama ini begitu dekat dengan kehidupannya “dicabut” dan kepadanya dinyatakan segala “ketidakbenarannya’. Kepadanya akan dinyatakan segala penipuan, kejahatan, kemaksiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. (ay. 5 – 8) Dapat diartikan bahwa segala bentuk kehidupan dan para pelakunya ini tentu menjadi bagian yang “disingkirkan” oleh Pembawa Keadilan itu.
Sebaliknya bagi orang-orang yang setia dalam kebenaran, maka mereka tidak akan pernah bisa dipengaruhi oleh situasi yang ada di sekelilingnya. Orang-orang yang memelihara kebaikan dalam hidupnya akan senantiasa hidup dan mempertahankan kebaikan itu dalam hidupnya. Dia tidak akan merasa sia-sia untuk hidup dan bertahan dalam kebenaran dan kebaikan. Itu menjadi kebahagiaan dalam kehidupannya. (bd. Wahyu 19 : 8-9) 
Pointer Aplikasi
Minggu ini kita memasuki Advent 1 dalam kehidupan tahun gereja kita. Minggu-minggu dimana kita diingatkan dan sekaligus dipersiapkan untuk memasuki penyambutan kelahiranNya. Ada beberapa hal yang bisa kita renungkan untuk kemudian dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita, yaitu :
1.      Orang percaya senantiasa hidup dalam pengharapan yang benar. Artinya, kehidupan yang ada yang begitu banyak menunjukkan ketidakbenaran dan menimbulkan kesengsaraan bagi orang-orang percaya bukanlah sebagai suatu akhir dari kehidupan itu sendiri. Mungkin ada baiknya juga kita mengingat perkataan Kartini : habis gelap terbitlah terang”. Orang percaya senantiasa mampu melihat tidak sekedar apa yang terpampang dihadapannya tapi mampu menatap jauh ke depan, sebab baginya sudah ada pernyataan “Imanuel” yang senantiasa mengiring kehidupannya.
2.      Seiring dengan ini maka bagi orang percaya seharusnya mampu mengatasi rasa khawatir atau cemas, takut, putus asa, dan bahkan terjerumus dalam ketidakbenaran yang mengakibatkan ia kehilangan kodrat ilahinya (yang di dalamnya terdapat anugrah pembebasan).
3.      Orang percaya juga untuk dapat “mempertebal” benteng imannya maka kepadanya juga ada kewajiban untuk terus tumbuh dan berkembang seturut anjuran 2 Petrus 1 : 5-7.
4.      Hiduplah dalam kebenaran dan bertahanlah, lakukanlah kebaikan karena itulah sukacita orang percaya.

Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe
081361131151

Komentar